KontanKontan

Klaim Meningkat Karena PHK, Kinerja BPJS Ketenagakerjaan Masih Terjaga

Jakarta. Di tengah perekonomian yang sulit, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan berhasil mencatatkan kinerja bagus hingga kuartal III 2024. Kinerja gemilang menjadi kunci agar instansi yang tenar dengan sebutan BP Jamsostek ini mampu membantu menciptakan pekerja yang sejahtera.

Perekonomian nasional masih belum baik-baik saja pada tahun 2024 ini. Banyak perusahaan gulung tikar sehingga memicu peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebutkan jumlah PHK sejak awal tahun hingga Oktober 2024 sebanyak 59.796 orang. Jumlah itu bertambah sebanyak 25.000 orang dalam tiga bulan terakhir.

Sejalan dengan hal tersebut, pembayaran klaim jaminan sosial ketenagakerjaan oleh BP Jamsostek ikut terkerek. Hingga September 2024, BP Jamsostek telah membayarkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) kepada lebih dari 40.000 pekerja yang kehilangan pekerjaan.

Nominal pembayaran tersebut mencapai Rp 289,96 miliar. "Meningkat 14% bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023 lalu," ungkap Deputi Komunikasi BP Jamsostek Oni Marbun, akhir Oktober 2024.

Tak cuma JKP, efek badai PHK juga menimpa pada program Jaminan Hari Tua (JHT). Hingga sembilan bulan pertama tahun 2024 ini, BP Jamsostek membayarkan manfaat JHT kepada lebih dari 2,3 juta pekerja dengan nominal Rp 35,6 triliun.

"Dari total kasus klaim JHT tersebut, sebesar 29% atau 693,6 ribu penerima manfaat merupakan pekerja terkena dampak PHK," kata Oni.

Untung saja, meski ancaman PHK masih membayangi, BP Jamsostek mampu mencatatkan kinerja keuangan yang mumpuni. BP Jamsostek mengelola dana investasi sebesar Rp 776,8 triliun hingga kuartal III-2024, meningkat 13,22% dibandingkan periode sama tahun 2023.

Dana kelolaan tersebut terdiri dari program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp 484,5 triliun. Kemudian dana dari iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar Rp 65,44 triliun, Jaminan Kematian (JKM) sebesar Rp 16,99 triliun, Jaminan Pensiun (JP) sebesar Rp 182,31 triliun, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebesar Rp 14,05 triliun, serta BPJS sebesar Rp 13,5 triliun.

Bersamaan itu, BPJS Ketenagakerjaan berhasil membukukan hasil investasi sebesar Rp 38,45 triliun per akhir September 2024. "Nilai itu meningkat 8,44%, jika dibandingkan periode sama tahun lalu," tutur Oni.

Peningkatan hasil investasi tak lepas dari keberhasilan manajemen BP Jamsostek menjalan strategi berinvestasi. Strateginya adalah menempatkan dana kelolaan ke berbagai instrumen investasi. Adapun porsinya, yakni deposito 12,98%, surat utang 73,17%, saham 8,31%, reksadana 5,20%, properti 0,26%, dan penyertaan 0,07%.

Oni memperkirakan dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan akan terus tumbuh seiring dengan bertambahnya jumlah kepesertaan pada 5 program, yakni JHT, JP, JKK, JKM, dan JKP. Dana kelolaan JHT akan menjadi yang paling besar, mengingat profil liabilitasnya yang bersifat jangka panjang.

Selain itu, didukung bonus demografi yang terjadi di Indonesia. Yakni usia peserta produktif atau usia 15 tahun sampai 50 tahun mencapai 149,46 juta jiwa atau setara dengan 54,20% dari populasi Indonesia.

Tonton: Indonesia vs Jepang: Tim Garuda Pernah Menang 7-0

Kesejahteraan pekerja

Dibalik keberhasilan BP Jamsostek menjaga kinerja, peserta pun puas dengan layanan BPJS Ketenagakerjaan. Sejumlah pekerja yang pernah menjadi peserta pun merasakan besarnya manfaat program jaminan sosial di BP Jamsostek.

Salah satunya diutarakan Fransiska Firlana. Tahun 2024 ini, ibu dua anak tersebut mencairkan dana JHT di BP Jamsostek setelah keluar dari pekerjaan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta.

JHT itu terhimpun sejak ibu muda yang akrab dipanggil Firla itu bekerja sebagai karyawan tahun 2009. Bekerja hampir 15 tahun, Firla mendapatkan dana lebih dari Rp 50 juta berkat JHT.

Berani melepas status karyawan, warga Cibinong, Bogor, Jawa Barat ini bertekad membesarkan bisnis jualan daster dengan brand Senthong Nyai yang telah dirintis sejak tahun 2019. Ia memanfaatkan dana JHT untuk tambahan modal membeli daster dari produsen di Surakarta, Jawa Tengah. "Awalnya, saya belanja daster dengan modal Rp 500.000-an. Sekarang, sekali beli untuk stok sekitar 200-an potong," jelas Firla.

Firla bertekad toko Senthong Nyai bisa berkembang menjadi sentra belanja grosir daster. Saat ini, bisnis Firla sudah memiliki beberapa reseller yang rutin menjual daster Senthong Nyai.

Besarnya manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan di BP Jamsostek juga dirasakan Heri Prasetyo. Ia berhasil mendapatkan uang tunai puluhan juta rupiah dari pencairan JHT setelah memutuskan keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta di Jakarta Selatan.

Menurutnya, pencairan JHT sangat mudah. "Semua proses pencairan berlangsung online. Kita hanya perlu memasukan dokumen-dokumen persyaratan. Selanjutnya, petugas BPJS Ketenagakerjaan akan konfirmasi. Lalu uang pencairan JHT masuk ke rekening," kenang Heri.

Secara aturan, BP Jamsostek membatasi waktu pencairan JHT paling lama 14 hari kerja. Ternyata, tak sampai seminggu, dana sudah cair.

Memperluas jangkauan

Tren peningkatan pencairan klaim jaminan sosial ketenagakerjaan perlu menjadi perhatian manajemen BP Jamsostek. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengingatkan, iuran di BPJS Ketenagakerjaan bisa tersendat sehingga menekan perkembangan dana kelolaan akibat berkurangnya jumlah peserta BP Jamsostek.

Menurut Timboel, penurunan iuran yang disertai kenaikan klaim akan menyebabkan rasio klaim meningkat dan berbuntut pada berkurangnya ketahanan dana. "Ketahanan dana yang berkurang bisa membuat pembayaran klaim terganggu dan akhirnya pekerja yang nantinya dirugikan,” kata Timboel.

Untuk mencegah hal tersebut, BP Jamsostek perlu memperluas jangkauan layanan. Salah satu potensi yang bisa dibidik BPJS Ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan sosial untuk tenaga kerja informal seperti petani dan nelayan.

"Profesi ini menjadi kontributor utama dalam pembangunan. Share PDB dari kelautan dan pertanian sangat tinggi, namun kerentanan mereka kepada risiko ekonomi sosial juga sangat tinggi, terutama para nelayan ketika melaut memiliki risiko yang besar," kata Pimpinan Ombudsman Robert Na Endi Jawen dalam keterangan resmi, Senin 11 November 2024.

Ombudsman mendorong pemerintah baik pusat dan daerah serta BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja rentan. Secara nasional, pekerja informal mendominasi dunia kerja di Indonesia. Sekitar 59,17% dari total 84,13 juta pekerja Indonesia adalah pekerja informal yang dikategorikan sebagai Peserta Bukan Penerima Upah (BPU) dalam sistem jaminan sosial.


Lebih berita dari Kontan

Lebih berita